Hanya Burung berkicau

Kamis, 14 Juli 2011

SPIRITUALITAS SAAT INI

Spiritualitas Dewasa ini mengekspresikan diri dengan cara :

perduli lebih aktif terhadap lingkungan dan kemanusiaan, mempelajari praktek meditasi, pemerhati masalah keadilan sosial, keadilan bagi laki-laki dan perempuan dalam semua aspek pengambilan keputusan, mencari sistem ekonomi yang lebih baik untuk semua dan melakukan upaya perdamaian sebagai lawan dari peperangan. sangat menghargai pengalaman perjalanan spiritual pribadi.



Spiritualitas ini terus berkembang dan kuat saat ini ketika semua sistem budaya, politik dan ekonomi yang ada terlihat gagal. Karena pengalaman kita sebelumnya tentang keterpisahan diri sangat besar, keinginan yang mendalam terhadap hubungan personal yang kuat untuk kehadiran suci dari keberadaan diri kita didalam, untuk struktur sosial dan untuk alam itu sendiri yang mendorong kemajuan dari perubahan itu.

Orang-orang mulai menyadari bahwa masyarakat manusia adalah bagian dari evolusi yang terus berubah, sehingga ia harus terus mengatasi setiap kemungkinan yang membawa peluang baru. Karena setiap pengalaman hidup berisi pembelajaran, dengan keyakinan seperti ini orang lain tidak boleh menghalangi potensi perkembangan seseorang.

Tuhan Sang Pencipta adalah Omnipresen/perwujudan semuaNya dalam penciptaan dan berada dalam setiap manusia dan segala sesuatu yang ada. Dalam rangka untuk kembali ke pemenuhan dari cahaya Pencipta, pembelajaran dari semua pelajaran harus dialami dengan segala kemungkinan pengalaman yang ada dan menyelesaikannya. Masing-masing harus mengembangkan diri sepenuhnya dan menyembuhkan melalui kesadaran akan kasih dalam diri.

Kita harus mensegerakan diri kita untuk menghindari bentuk apapun penghakiman atas mereka yang berlawanan dan mencari semua nilai dalam setiap pengalaman kehidupan. Ini dapat dimengerti karena apa yang ada adalah bagian dari Keseluruhan, dan oleh karena itu semuanya bermakna sebagai potensi belajar bagi kita manusia. Sebagian besar orang melihat apa yang salah atau jahat adalah tantangan bagi ego dan ketidaktahuan kita, yang mendorong kita menuju kasih dan pengertian. Ini bukan soal mengidentifikasi apa yang salah dan berusaha untuk menghancurkan, tetapi untuk mengetahui pelajaran apa yang sedang kita pelajari dari mereka. Yang disebut sisi negatif kehidupan ada sebagai cara untuk mengajarkan kita apa yang kita tidak bisa hindari untuk belajar. Dan jika kita sudah mempelajari apa yang harus dipelajari, negatifitas tersebut tidak lagi perlu hadir karena kita sudah mampu mengatasinya. Melalui belajar kita mampu memperluas kesadaran kita dan menjadi manfaat yang lebih besar bagi orang lain. Dengan demikian, jalan tengah adalah melihat makna segala sesuatu, semua orang dan semua pengalaman sebagai bermanfaat yang diperlukan sebagai bagian dari pemenuhan kehidupan.







Diambil dari tulisan :

Mary Mageau
Religion And Spirituality
[penulis, guru rohani, meditasi]

Senin, 04 Juli 2011

GALUNGAN








"Budha Kliwon Dungulan Ngaran Galungan patitis ikang janyana samadhi,
galang apadang maryakena sarwa byaparaning idep".
[Sundarigama]

Rabu Kliwon Dungulan namanya Galungan,
Galungan adalah Kemenangan atas Aku.
Galungan adalah evaluasi Aku.
Galungan adalah introspeksi Aku.
Kemenangan sang diri, atas segala perjuangan mendamaikan Aku.

seekor laron mencari terang "Galang apadang" ...
melenyapkan segala kegelapan bathin "Byaparaning idep"... Jadilah Kunang-kunang.
Kunang-kunang tengah malam membagi cahaya untuk sesama.
Semarak dalam bathin, mengusir adharma pergi.
menyembelih kebinatangan diri "Ashuri sampad"
Memenangkan Dharma dalam diri "Daiwi sampad" dengan membuang sampah Sad Ripu,
mewaspadai gerak bathin...
Galungan... sudahkah menang ? Sudahkah tenang ?



~ oOOOo ~











Rangkaian Hari Raya Galungan & Kuningan

  • Tumpek Wariga/Uduh /Pengatag/Bubuh/pengarah 25 hari sebelum Galungan [Saniscara Kliwon wariga. Ngrasakin/Ngatagin memanjatkan Puji syukur kepada Tuhan atas kesejahtraan dan Kemakmuran. Tumpek Pengatag memberi isyarat dan makna mendalam agar manusia mengasihi dan menyayangi alam dan lingkungan yang telah berjasa menopang hidup dan penghidupannya. Pada Tumpek Pengatag, momentum kasih dan sayang [konservasi] kepada alam itu diarahkan kepada tumbuh-tumbuhan. Betapa besarnya peranan tumbuh-tumbuhan dalam memberi hidup umat manusia. Hampir seluruh kebutuhan hidup umat manusia bersumber dari tumbuh-tumbuhan. Mulai dari pangan, sandang hingga papan.
  • Sugihan Jawa/Sugimanik [Wraspati wage sungsang].
  • Sugihan Bali. Manusia hendaknya memohon kesucian, pembersihan lahir batin kehadapan semua Bhatara. Menghaturkan pengeresikan serta runtutannya di merajan/paibon. [Sukra Kliwon Sungsang]
Makna filosofis hari sugihan tidak bisa dipisah-pisahkan dengan hari lainnya yang masih merupakan rangkaian hari raya Galungan dan Kuningan. Rangkaian perayaan yang sudah dimulai sejak 25 hari sebelum Galungan tepatnya pada Saniscara Kliwon wuku Wariga atau yang lebih dikenal dengan Tumpek Wariga. Makna dan filosofi kedua sugihan tersebut adalah sebagai pembersihan makrokosmos (alam semesta) dan mikrokosmos (manusia) secara sekala maupun niskala. ''Sugihan Jawa merupakan pembersihan secara sekala, sementara Sugihan Bali merupakan pembersihan secara niskala,'' kata Ngurah. Pada Sugihan Jawa, lebih menekankan pada pembersihan makrokosmos atau alam semesta. Pembersihan ini secara sekala dilakukan dengan membersihkan palinggih atau tempat-tempat suci yang digunakan sebagai tempat pemujaan.

  • Hari Penyekeban [mematangkan, mendewasakan, mempersiapkan] bisa juga bermakna "Nyekeb" buah-buahan agar cepat matang. Pada hari ini sebaiknya waspada dan hati-hati serta menguatkan iman agar tidak tergoda, kena pengaruh Sang Bhuta Galungan. Penyekeban berarti berusaha untuk menguasai/mengendalikan diri. [Redite Pahing Dungulan]

  • Penyajaan Galungan [membuat Jajanan, jaje [bali], penyajaan juga dikatakan "saja""seken" "serius" "kemantapan. Perlu berhati-hati dan mawas diri karena adanya pengaruh dari Sang Bhuta Dunggulan. [Soma Pon Dungulan]
Penyajaan Galungan. Pada hari ini orang yang paham tentang yoga dan samadhi melakukan pemujaan. Dalam lontar disebutkan, “Pangastawaning sang ngamongyoga samadhi.”

  • Penampahan Galungan. Pada hari ini dikuasai oleh Sang Bhuta Amengkurat. Oleh karenanya setelah matahari terbenam dialakukan upacara biakala (mabiakala) agar tetap terhindar dari pengaruh Kala Tiganing Galungan yang dilakukan di halaman rumah. Saat ini juga dipasang penjor lengkap dengan segala hiasannya. [Anggara Wage Dungulan].


Aktifitas menjelang Persembahyangan Galungan



Pada hari inilah dianggap sebagai hari untuk mengalahkan Butha Galungan dengan upacara pokok yaitu membuat banten byakala yang disebut pamyakala lara melaradan. Umat kebanyakan pada hari ini menyembelih babi atau Hewan lain sebagai binatang korban. Namun makna sesungguhnya adalah pada hari ini hendaknya membunuh sifat-sifat kebinatangan yang ada pada diri.

Penjor Menghiasi sepanjang Jalan



Pada Hari Penampahan Juga dibuat dan Didirikan Penjor. Penjor adalah upakara yang wajib disertakan pada setiap hari raya Galungan, mulai ditancapkan pada Anggara Wage Dungulan dan dicabut pada Buda Kliwon Paang. Penjor sebagai Ucapan terima kasih kepada Bhatara Maha Meru yang telah memberikan pengetahuan dan kemakmuran kepada umat manusia.

“Ndah Ta Kita Sang Sujana Sujani, Sira Umara Yadnva, Wruha Kiteng Rumuhun, Rikedaden Dewa, Bhuta Umungguhi Ritekapi Yadnya, Dewa Mekabehan Menadya Saraning Jagat Apang Saking Dewa Mantuk Ring Widhi, Widhi Widana Ngaran Apan Sang Hyang Tri Purusa Meraga Sedaging Jagat Rat, Bhuwana Kabeh, Hyang Siwa Meraga Candra, Hyang Sadha Siwa Meraga “Windhune”, Sang Hyang Parama Siwa Nadha, Sang Hyang Iswara Maraga Martha Upaboga, Hyang Wisnu Meraga Sarwapala, Hyang Brahma Meraga Sarwa Sesanganan, Hyang Rudra Meraga Kelapa, Hyang Mahadewa Meraga Ruaning Gading, Hyang Sangkara Meraga Phalem, Hyang Sri Dewi Meraga Pari, Hyang Sambu Meraga Isepan, Hyang Mahesora Meraga Biting
[Tutur Dewi Tapini, Lamp. 26]

Artinya :

- Kain putih yang terdapat pada penjor sebagai simbol kekuatan Hyang Iswara.
- Bambu sebagai simbol dan kekuatan Hyang Brahma.
- Kelapa sebagai simbol kekuatan Hyang Rudra.
- Janur sebagai simbol kekuatan Hyang Mahadewa.
- Daun-daunan (plawa) sebagai simbol kekuatan Hyang Sangkara.
- Pala bungkah, pala gantung sebagai simbol kekuatan Hyang Wisnu.
- Tebu sebagai simbol kekuatan Hyang Sambu.
- Sanggah Ardha Candra sebaga: simbol kekuatan Hyang Siwa.
- Upakara sebagai simbol kekuatan Hyang Sadha Siwa dan Parama Siwa.

  • Hari Raya Galungan. Hari ini merupakan peringatan atas terciptanya alam semesta beserta isinya dan kemenangan dharma melawan adharma. Umat Hindu melakukan persembahan kehadapan Sang Hyang Widi dan Dewa/Bhatara dengan segala manifestasinya sebagai tanda puji syukur atas rahmatnya serta untuk keselamatan selanjutnya. Sedangkan penjor yang dipasang di muka tiap-tiap perumahan merupakan persembahan kehadapan Bhatara Mahadewa yang berkedudukan di Gunung Agung. [Buda Kliwon Dungulan]
Meskipun Galungan itu disebut “Rerahinan Gumi” artinya semua umat wajib melaksanakan, ada pula perbedaan dalam hal perayaannya. Berdasarkan sumber-sumber kepustakaan lontar dan tradisi yang telah berjalan dari abad ke abad telah dikenal adanya tiga jenis Galungan yaitu: Galungan (tanpa ada embel-embel), Galungan Nadi dan Galungan Nara Mangsa. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

a. Galungan


Punang aci Galungan ika ngawit, Bu, Ka, Dungulan sasih kacatur, tanggal 15, isaka 804. Bangun indria Buwana ikang Bali rajya.
[Lontar Purana Bali Dwipa]

" Perayaan (upacara) Hari Raya Galungan itu pertama-tama adalah pada hari Rabu Kliwon, (Wuku) Dungulan sasih kapat tanggal 15, tahun 804 Saka. Keadaan Pulau Bali bagaikan Indra Loka "

Galungan Adalah hari raya yang wajib dilakukan oleh umat Hindu untuk merayakan kemenangan dharma melawan adharma. Berdasarkan keterangan lontar Sundarigama disebutkan “Buda Kliwon Dungulan ngaran Galungan.” Artinya, Galungan itu dirayakan setiap Rabu Kliwon wuku Dungulan. Jadi Galungan itu dirayakan, setiap 210 hari karena yang dipakai dasar menghitung Galungan adalah Panca Wara, Sapta Wara dan Wuku. Kalau Panca Waranya Kliwon, Sapta Waranya Rabu, dan wukunya Dungulan, saat bertemunya ketiga hal itu disebut Hari Raya Galungan.

b. Galungan Nadi

Galungan yang pertama dirayakan oleh umat Hindu di Bali berdasarkan lontar Purana Bali Dwipa adalah Galungan Nadi yaitu Galungan yang jatuh pada sasih Kapat (Kartika) tanggal 15 (purnama) tahun 804 Saka (882 Masehi) atau pada bulan Oktober.

Disebutkan dalam lontar itu, bahwa pulau Bali saat dirayakan Galungan pertama itu bagaikan Indra Loka. Ini menandakan betapa meriahnya perayaan Galungan pada waktu itu. Perbedaannya dengan Galungan biasa adalah dari segi besarnya upacara dan kemeriahannya. Memang merupakan suatu tradisi di kalangan umat Hindu bahwa kalau upacara agama yang digelar bertepatan dengan bulan purnama maka mereka akan melakukan upacara lebih semarak. Misalnya upacara ngotonin atau upacara hari kelahiran berdasarkan wuku, kalau bertepatan dengan purnama mereka melakukan dengan upacara yang lebih utama dan lebih meriah.

Disamping karena ada keyakinan bahwa hari Purnama itu adalah hari yang diberkahi oleh Sanghyang Ketu yaitu Dewa kecemerlangan. Ketu artinya terang (lawan katanya adalah Rau yang artinya gelap). Karena itu Galungan, yang bertepatan dengan bulan purnama disebut Galungan Nadi. Galungan Nadi ini datangnya amat jarang yaitu kurang lebih setiap 10 tahun sekali.

c. Galungan Nara Mangsa

Galungan Nara Mangsa jatuh bertepatan dengan tilem sasih Kapitu atau sasih Kesanga. Dalam lontar Sundarigama disebutkan sebagai berikut:

"Yan Galungan nuju sasih Kapitu, Tilem Galungan, mwang sasih kesanga, rah 9, tenggek 9, Galungan Nara Mangsa ngaran. “

Artinya:

Bila Wuku Dungulan bertepatan dengan sasih Kapitu, Tilem Galunganiya dan bila bertepatan dengan sasih Kesanga rah 9, tenggek 9, Galungan Nara Mangsa namanya.

Dalam lontar Sanghyang Aji Swamandala ada menyebutkan hal yang hampir sama sebagai berikut:

Nihan Bhatara ring Dalem pamalan dina ring wong Bali, poma haywa lali elingakna. Yan tekaning sasih Kapitu, anemu wuku Dungulan mwang tilem ring Galungan ika, tan wenang ngegalung wong Baline, Kala Rau ngaranya yon mengkana. Tan kawasa mabanten tumpeng. Mwah yan anemu sasih Kesanga, rah 9 tenggek 9, tunggal kalawan sasih Kapitu, sigug ya mengaba gering ngaran. Wenang mecaru wong Baline pabanten caru ika, nasi cacahan maoran keladi, yan tan anuhut ring Bhatara ring Dalem yanya manurung, moga ta sira kapereg denira Balagadabah.

Artinya:

Inilah petunjuk Bhatara di Pura Dalem (tentang) kotornya hari (hari buruk) bagi manusia, semoga tidak lupa, ingatlah. Bila tiba sasih Kapitu bertepatan dengan wuku Dungulan dan Tilem, pada hari Galungan itu, tidak boleh merayakan Galungan, Kala Rau namanya, bila demikian tidak dibenarkan menghaturkan sesajen yang berisi tumpeng. Dan bila bertepatan dengan sasih Kasanga rah 9, tenggek 9 sama artinya dengan sasih kapitu. Tidak baik itu, membawa penyakit adanya. Seyogyanya orang mengadakan upacara caru yaitu sesajen caru, itu nasi cacahan dicampur ubi keladi. Bila tidak mengikuti petunjuk Bhatara di Pura Dalam (maksudnya bila melanggar) kalian akan diserbu oleh Balagadabah.

Demikianlah dua sumber pustaka lontar yang berbahasa Jawa Kuna menjelaskan tentang Galungan Nara Mangsa. Dalam lontar Sundarigama disebutkan bahwa pada hari Galungan Nara Mangsa disebutkan “Dewa Mauneb bhuta turun” yang artinya, Dewa tertutup (tapi) Bhutakala yang hadir. Ini berarti Galungan Nara Mangsa itu adalah Galungan raksasa, pemakan daging manusia. Oleh karena itu pada hari Galungan Nara Mangsa tidak dilangsungkan upacara Galungan sebagaimana mestinya terutama tidak menghaturkan sesajen “tumpeng Galungan”. Pada Galungan Nara Mangsa justru umat dianjurkan menghaturkan caru, berupa nasi cacahan bercampur keladi.

Demikian pengertian Galungan Nara Mangsa. Palaksanaan upacara Galungan di Bali biasanya diiiustrasikan dengan cerita Mayadanawa yang diuraikan panjang lebar dalam lontar Usana Bali sebagai lambang, pertarungan antara aharma melawan adharma. Dharma dilambangkan sebagai Dewa Indra sedangkan adharma dilambangkan oleh Mayadanawa. Mayadanawa diceritakan sebagai raja yang tidak percaya pada adanya Tuhan dan tidak percaya pada keutamaan upacara agama.

  • Manis Galungan. Melakukan upacara nganyarin/penyucian di merajan/sanggah kemulan yang ditujukan kehadapan Hyang Kawitan dan Leluhur. [Wraspati Umanis Galungan]
  • Pemaridan Guru. Kembalinya para Dewa ke Sunyaloka dengan meninggalkan kesejahteraan dan panjang umur pada umatnya. Pada hari ini dilakukan upacara keselamatan, bersembahyang dengan maksud menghaturkan suksma dan mohon penugrahan kerahayuan. [Saniscara Pon Dungulan].
Hari berikutnya adalah hari Sabtu Pon Dungulan yang disebut hari Pemaridan Guru. Pada hari ini, dilambangkan dewata kembali ke sorga dan meninggalkan anugrah berupa kadirghayusaan yaitu hidup sehat panjang umur. Pada hari ini umat dianjurkan menghaturkan canang meraka dan matirta gocara. Upacara tersebut barmakna, umat menikmati waranugraha Dewata,.

  • Ulihan [Ulih, Mulih, Kembali]. Pada hari ini menghaturkan canang raka dan runtutannya kehadapan Bhatara-Bhatari. Beliau kembali ke singgasana/Kahyangan masing-masing.[Redite Wage Kuningan]
Makanan "Entil" [semacam Lontong]

Umat Hindu yang masih berada dalam suasana hari raya, pada hari Minggu atau Radite Wage Kuningan menyebutnya sebagai Hari Ulihan. Secara umum, umat menghaturkan canang raka di Dadia, merajan atau di kemulan, mohon keselamatan dan panjang umur.

Di daerah tertentu, hari Ulihan termasuk istimewa. Bagi umat di Desa Pujungan, Kec. Pupuan (Tabanan) atau Umat di Desa Tinggarsari Kec. Busungbiu (Buleleng) umat membuat "intil/Entil", yaitu semacam ketupat yang dibungkus dengan daun bambu/Pisang. Pagi-pagi sekitar pukul 05.00 Wita, intil itu dihaturkan di bale adat atau di tempat tidur (bagi yang tidak punya bale adat). intil/Entil itu ditaruh di atas dulang bersama lauk pauknya (Sayur Rambanan). Sesajen itu dihaturkan kehadapan Pitara-pitari (Dewata-Dewati) atau roh leluhur, baik yang belum maupun yang sudah diaben. Pada hari Ulihan, umat Hindu memiliki kepercayaan bahwa roh leluhur pulang "Mulih" dan oleh karenanya dihaturkan sesajen. Pada hari Redite ini, beliau kembali ke alam niskala setelah memberikan berkat kepada turunannya- "Berpamit-pamitan" dengan anak cucunya.

Hari Ulihan ini memiliki makna, bahwa umat manusia hendaknya selalu ingat kepada roh leluhur yang telah membuat manusia ini berkembang.

OM ANGULIH-ULIH SANG AGAWE HAYU LAWAN SANG KINARYAKAKEN MWANG SANG AMILEPAS DEN SAMA LUPUTA RING ILA UPADRAWA, SAKALA NISKALA SAMA UMANGGUH RAHAYU.
  • Pemacekan Agung. Hari ini dilakukan pemujaan terhadap Sang Hyang Widi/Sang Hyang Prameswara dengan menghaturkan upacara memohon keselamatan. Sore hari (sandikala) dilakukan upacara segehan di halaman rumah dan di muka pintu pekarangan rumah yang ditujukan kepada Sang Kala Tiga Galungan beserta pengiringnya agar kembali dan memberi keselamatan. [Soma Kliwon Kuningan]

  • Buda Paing Kuningan. Pujawali Bhatara Wisnu.

  • Penampahan Kuningan.

  • Purnama.

  • Kajeng Keliwon Uwudan.

  • Hari Raya Kuningan. Pada hari ini menghaturkan sesaji dan persembahan atas turunnya kembali Shang Yang Widi disertai oleh Dewata atau Pitara, mohon keselamatan dunia dengan segala isinya. Upacara dilangsungkan hanya sampai pukul 12.00 ("tajeg surya"), sebab setelah itu para Dewata semuanya kembali ke Suralaya. [Saniscara Kliwon Kuningan]
Dalam lontar Sundarigama tidak disebutkan upacara yang mesti dilangsungkan. Hanya dianjurkan melakukan kegiatan rohani yang dalam lontar disebutkan Sapuhakena malaning jnyana (lenyapkanlah kekotoran pikiran). Keesokan harinya, Sabtu Kliwon disebut Kuningan. Dalam lontar Sunarigama disebutkan, upacara menghaturkan sesaji pada hari ini hendaknya dilaksanakan pada pagi hari dan hindari menghaturkan upacara lewat tengah hari. Mengapa? Karena pada tengah hari para Dewata dan Dewa Pitara “diceritakan” kembali ke Swarga (Dewa mur mwah maring Swarga).
  • Buda Wage Langkir.
  • Hari Bhatara Sri.
  • Anggar Kasih Medangsia.
  • Tilem.










Tinggarsari-Bali, Penyajaan Galungan [Soma Pon Dungulan, 04 Juli 2011]
Sumber : [CoPas] dari berbagai sumber.

SETAN

Suatu hari ada seorang Pendeta yang tersohor di suatu desa...Pendeta itu setiap harinya memberikan ceramah/khotbah tentang hidup suci kepada Tuhan, menyembuhkan segala penyakit dalam nama Tuhan, dst...

Dan tiba saatnya dia pulang...dalam perjalanan pulangnya melalui hutan belantara, ia mendengar suara rintihan seperti orang yang sedang kesakitan...tengak-tengok ia cari dimana sumber suara tersebut... tak lama kemudian dia melihat sebuah sosok yang terkapar dalam belukar...dia pikir orang itu pasti orang jahat...semula dia pikir tidak akan menolongnya, biarkan saja orang itu mati atas kejahatannya, katanya...namun segera terdengar suara dari orang itu katanya,

'ya.. bapa samaan...jangan engkau tinggalkan aku disini sendiri bapa...aku mengetahui engkau...engkau adalah seorang pendeta tersohor dari desa ini kan...aku yakin engkau tak akan membiarkanku mati sendiri disini, aku yakin engkau akan menolongku'

Kemudian sang Pendeta berpikir mengenalinya...karena orang itu tau dan memanggilnya bapa samaan...akhirnya bapa menghampirinya...tapi...[Bapa Zaman kaget...].


Ada seraut wajah yang sangat mengerikan dan dari raut mukanya menunjukkan segala keganjilan...dan bapapun kaget dan bertanya.."siapa kau!!!" tanya Bapa Samaan...

'
Aku adalah'......."Setan".......baru saja aku berperang dengan malaikat di langit...dan tebasan pedangnya melukaiku hingga aku jatuh di hutan ini bapa..., kemudian bapa menjawab dengan berseru.... Jawab Setan.

...Wahai Tuhanku...segala pujian kuserukan padamu..karena melalui malaikatmu, engkau telah berhasil mengalahkan setan....kemudian katanya kpd setan..; ha..ha..ha biarlah engkau mati disini dasar setan...engkau adalah musuh manusia sepanjang jaman...dan kini saatnyalah kemuliaan Tuhan tiba..." Kata sang Pendeta dengan perasaan Lega.


Dan disaat sang Pendeta mau pergi, setan berkata," ...ya bapa..teganya engkau membiarkanku mati begitu saja disini, tidak ingatkah selama ini jasa-jasaku padamu..??engkau dipercaya banyak orang karna ceramah2mu, khotbah2mu...bukankah itu karena adanya aku jua..?? engkau sembuhkan orang-orang sakit, kerasukan, dan segala yang jahat karena namaku...bukankah itu juga yang membuatmu terkenal, dihormati banyak orang dan tersohor selama ini...??? pernahkan engkau berpikir bagaimana jika aku mati...??? engkau tidak akan berguna didunia ini...dan namamu lambat laun akan sirna ditelan jaman....maka...tolonglah aku bapa...


si Pendeta tertegun sejenak mendengarkan penjelasan si setan...dia berpikir...berpikir...dan berpikir....akhirnya...dia menolong si setan...membalut lukanya...menyelimutinya...dan dalam perjalanan pulang dia menggendongnya sambil berdoa memohon kesembuhan kepada tuhan supaya setan tidak jadi mati.....


[Setan -"Secrets of The Heart " Kahlil Gibran]

Minggu, 03 Juli 2011

WARNA dan ETOS KERJA

Akar kata Warna berasal dari Bahasa Sanskerta vrn yang berarti "memilih (sebuah kelompok)". status seseorang tidak didapat semenjak dia lahir melainkan didapat setelah ia menekuni suatu profesi atau ahli dalam suatu bidang tertentu.

Caaturvarnyam mayaa srstam
Gunakarma vibhaagasaah
Tasya kartaaram api maam
Viddhy akartaaram avyayam.
(Bhagavad Gita IV.13).

Artinya: Catur Warna aku ciptakan berdasarkan guna dan karma. Meskipun Aku sebagai penciptanya, ketahuilah Aku mengatasi gerak dan perubahan.

itulah seharusnya seseorang menyadari karateristik dirinya dan bekerja sesuai dengan karakterisik dirinya dan bekerja tanpa mengharapkan akan hasil, karakter ini bukan diwariskan berdasarkan akan kelahiran/keturunan.

Gita menekankan bahwa pembebasan akan diperoleh dengan bhakti atau perbuatan penuh cinta kasih tanpa mengharapkan hasil. Ini merupakan pencapaian tertinggi [moksha] secara sederhaan bisa dipahami sebagai Lepasnya AKU/EGO dimana aku/ego itu musnah maka akan digambarkan kembalinya Atman ke Paramatman dan terlepas dari rantai Reinkarnasi. BHAKTI adalah ritual tertinggi atau tindakan cinta kasih tanpa mengharapkan hasil adalah tindakan yang utama dibandingkan seorang yang cerdik pandai. Namun tidak tertutup kemungkinan jalan moksha pun bisa didapat dengan jalan intelek. :)

Lebih lanjut dijelaskan orang yang tidak melakukan persembahan/bhakti itu adalah pencuri. Orang tidak cukup hanya tidak melakukan perbuatan jahat [berbuat baik] namun juga harus disertai dengan Bhakti, karena kita pun hidup dengan mengambil udara, makanan, buah dari pohon. Shri Krishna mencontohkan, semua makluk melakukan Bhakti, sebagaimana pohon menghasilkan buah untuk dimakan oleh makluk lain, sebagimana Matahari menyinari Bumi, makluk lain bisa melakukan bakti dimana pohon berbuah tanpa mengharapkan imbalan. sementara manusia yang melakukan sesuatu dengan mengharap imbalan/tidak melakukan bhakti tidak lebih dari pencuri, dia hanya mengambil dan mengambil tanpa memberi kontribusi apapun.

Dari Bhagavad gita secara sederhana dapat diambil pelajaran bahwa orang baik itu bukan orang yang sekedar tidak berbuat jahat, namun orang baik adalah orang yang tidak berbuat jahat juga sekaligus berkarya penuh cintakasih tanpa terikat dengan mengharapkan hasil. :)


[Arif Setiawan Arif]


KEBENARAN [RUMI]


Ada taman indah, penuh dengan pepehonan lebat,
Anggur dan rerumputan menghijau
Seorang Sufi duduk sambil memejamkan mata
Kepalanya tunduk, Karam dalam tafakur.....
Seseorang bertanya : " Hai mengapa engkau tidak lihat tanda tanda Yang Maha Pengasih di sekelilingmu...?? yang dititahkan oleh - Nya untuk direnungkan??
Sufi itu menjawab : " Tanda tanda Nya terbentang pula dalam diriku, yang ada diluar hanyalah lambang dari tanda tanda.,,"

Apakah Makna keindahaan di dunia ini..??
Bagaikan Pantulan dahan bergoyang dalam air
ia adalah bayangan taman kekal dalam kalbu
Insan Kamil yang pepohonannya tak pernah layu.

YASA KERTI


Pada awal nya, Sang Prajapati menciptakan manusia dengan cinta kasih penuh kesucian, “Berbahagialah engkau dengan korban suci, sebab dengan melaksanaannya akan menganugerahkan segala sesuatu yang dapat diinginkan untuk hidup secara bahagia dan mencapai pembebasan."

Kebahagiaan memancar bersama keseimbangan Satyam-Sivam-Sundaram, Yajna adalah Pelayanan, pengorbanan, pengabdian, menyucikan karma dan menyuburkannya. Beryajna dengan keikhlasan , kesucian [Brahma Yajna]... dengan penuh rasa bhakti kepada Leluhur

.......sebab dalam pelaksanaan yadnya tidak boleh ternodai, dicampuri oleh angan-angan, pikiran bimbang-ragu, kata-kata kasar [sok memerintah dan jaga wibawa], ataupun...niat yang menyimpang dari cita-cita luhur [pamer kemampuan finansial, keimanan, atau memenuhi segala nafsu pengharapan-pengharapan rendah] semua itu menjadikannya sebagai Tamasika/Rajasika Yajna. Yajna yang utama bukan untuk memperkokoh Ego sendiri...

Pikiran yang suci dan tidak ternoda jualah yang mengantarkan keberhasilan suatu yadnya, sebagai jalan menemukan keberhasilan dan keselamatan, berhasil mencapai tujuan, demikianlah selalu diingat...

...tanpa itu semua maka, sia-sialah segalanya...


[SP]





SEEKOR KATAK

Untunglah Hujan segera turun, Genangan air Hujan yang meninggi dirawa-rawa mengangkat sebuah tempurung dan ternyata ada seekor katak terjebak didalam tempurung itu. Genangan Air yang meninggi telah "menyelamatkan" seekor katak dari kurungan tempurung kelapa itu... dan... katak itu pun bisa melihat kembali indahnya Dunia ini.

Namun si Katak mulai Lapar.... Mungkin karena terlalu lama ia hidup dalam kurungan. tapi beberapa saat kemudian, jauh diujung sana tampak Seekor lalat yang lemah tak bedaya," Tampak lezat" pikir Katak itu dalam hati. Tanpa Pikir panjang katak tersebut Naik keatas batu Besar dan melompat kedepan dengan lidahnya yang panjang... dan... Lalat itu tertangkap dengan mudahnya.

Seandainya saja dalam kehidupan si Katak tadi, tak ada Hujan, tak ada genangan Air, tak ada batu dan tak ada lalat yang lemah, tentu saja Katak tersebut akan mati kelaparan didalam tempurung. Paling tidak Keadaan telah menyelamatkan si katak dari maut.



[ SP]

Sabtu, 02 Juli 2011

AGAMAMU APA?




" Agamamu apa ? "

Pertanyaan itu mengagetkan saya setelah saya meng-confirm sebuah permintaaan petemanan di jejaring pertemanan. Entah, apa yang terlintas dibenak orang itu kemudian dia memberikan "kuliah" keyakinan [sesuai agamanya] kepada saya, dengan sedikit mengutip kata-kata ancaman dari "Tuhan sesuai keyakinannya".

ada satu kalimat yang paling ingat bahwa, "Agamanya satu-satunya solusi atas semua permasalahn hidup, hanya agamanyalah yang mampu mengantarkan manusia masuk sorga sedangkan bentuk-bentuk keyakinan lain tidaklah mungkin "

Mungkinkah ?

Pertanyaannya adalah Bagaimana saya bisa yakin Tuhan [Maha bijaksana dan Maha segala Maha] bisa berkata demikian ? yah....tampaknya ayat-ayat itu begitu meyakinkan, tetapi Pikiran saya tak sedang berada dalam suatu agama, saya memiliki pikiran yang bebas. Saya tak mau terkurung dan "dimanjakan" oleh ayat-ayat dalam kitab. Jikapun saya harus berada didalam "tempurung kitab"nya saya akan membuat jendela untuk sekadar menoleh dan menikmati indahnya pemandangan diluar ruangan itu.

Agama itu seperti tempurung besar yang memenjarakan bathin dan kebebasan mengeksplorasi keajaiban-keajaiban Tuhan yang lain [diluar kitab dan luar rumah ibadah], diluar pemahaman-pemahaman kita, bahkan pada orang yang berbeda agama dengan kita sekalipun. itulah Tuhan bagi saya, dengan segala keagungan Nya.

Pengap, Panas dan tentu tak ada pertukaran Oksigen. Tempurung agama membelenggu, kita tak mampu berfikir sehat... akhirnya jadilah "Seperti katak dalam tempurung" lengkap dengan budaya-pemaksaan kehendak [kekerasan, penghakiman], fundamentalisme dan fanatisme relijius, dan seterusnya....



“Agama saya tak punya batas-batas geografis. Agama saya berdasarkan kesujatian dan tanpa-kekerasan. Agama saya melarang saya membenci siapapun. Agama bukan untuk memisah-misahkan orang-orang, melainkan untuk menyatukan mereka.”
{
“Mahatma Gandhi’s Discovery of Religion” karya A. Jayabalan CMF.}



SANG ALKEMIS

Santiago seorang pengembala domba dan peziarah kecil berasal dari Spanyol. Santiago cukup puas dengan kehidupannya tapi mimpi yang datang berulang kali mulai menggangu pikirannya. Hingga akhirnya....

Santiago berjumpa dengan orangtua bernama Melchizedek. Obrolan dibuka dengan topik buku yang ditenteng bocah itu. Dari buku itu, ada perhatian soal usaha mewujudkan Legenda Pribadi. Masing-masing orang punya Legenda Pribadi atau mimpi dan cita-citanya. Orangtua yang mengaku Raja Salem itu melihat banyaknya ketidakmampuan orang untuk memilih Legenda Pribadinya. Bahkan, banyak orang yang akhirnya menyerahkan hidupnya pada nasib. Orangtua itu juga menasihati, saat orang menginginkan sesuatu, alam semesta bersatu untuk membantu orang itu meraihnya. Santiago menjual dombanya dan memulai perjalanannya. Ketika tiba di sutu kota, seorang pemuda mengambil seluruh uangnya. Santiago merasa sedih dan putus asa. Hingga akhirnya dia bekerja di toko kristal.

Santiago terus berjuang menggapai mimpinya. Ia terus membaca tanda tanda kehidupan, seperti yang Melchizedek katakan, untuk cita-citanya itu. Sebelum berpisah, Melchizedek memberikan dua buah batu penolong membaca tanda [Urim dan Thummim]. Raja tua berbaju lusuh itu hanya berpesan, “Jangan pernah berhenti bermimpi, ikutilah pertanda.”

Anak muda ini melanjutkan perjalanan ke Tangier, sebuah kota pelabuhan di Afrika. Di sana, ia bekerja di sebuah toko kristal, Berkat ketekunan dan ide-ide kreatif, toko kristal itu berkembang pesat. Santiago sempat melupakan mimpinya. Perjumpaan dengan si empunya toko membuat Santiago semakin bersemangat untuk mewujudkan cita-citanya. Si empunya toko seorang yang merasa terlambat untuk mewujudkan Legenda Pribadinya. Ia takut pada perubahan. Ia lebih menikmati hidupnya di ruang tokonya selama 30 tahun. Konon, ia punya mimpi untuk pergi ke Mekah dengan menyusuri gurun, dan mengitari Kabah tujuh kali. Tapi, ia ragu dan takut gagal. Ia memutuskan tinggal memimpikannya saja.
akhirnya berangkatlah Santiago bersama rombongan, Santiago menjelajah gurun dan ketika tiba di oase ia bertemu dengan seorang wanita bermana Fatima kekasih hatinya. Takdir juga yang mempertemukan Santiago dengan sang Alkemis, Para Alkemis adalah seseorang yang bijaksana dan memiliki kekuatan luar biasa yang berasal dari wilayah arab yang di percaya berumur 200 tahun, dengan sang Alkamis inilah Santiago banyak belajar tentang kehidupan. Mengapa kita harus mendengarkan suara hati kita ? tanya si anak kepada sang Alkemis, Sebab di mana hatimu berada, di situlah hartamu berada".

Sang Alkemis mengatakan, untuk memahami Jiwa Buana, jiwa meraih cita-cita, orang harus mempunyai keberanian. Mewujudkan impian memang tidak mudah, bahkan menakutkan. “Memang menakutkan dalam mengejar impianmu, kau mungkin kehilangan semua yang telah kau dapatkan,” kata Alkemis. Bagi Alkemis, hanya satu hal yang membuat mimpi tidak dapat diraih, yakni perasaan takut gagal. Santiago mendapat pelajaran berharga dari Sang Alkemis. Tapi, setelah mendapat bekal berharga itu, Akhirnya Santiago tiba di piramida dan dengan cara yang tidak disangka-sangka ia menemukan harta karunnya.



Jumat, 01 Juli 2011

TINGKAH SI MONYET

Ketika penyiar berita TV Diane Sawyer diminta rahasia sukses, dia berkata, "Saya pikir satu pelajaran yang saya pelajari adalah tidak ada hal lain selain memperhatikan."

Apakah Anda berpikir, "Aku setuju, tapi BAGAIMANA kita meningkatkan kemampuan kita untuk fokus dan mempertahankan perhatian - tidak peduli dengan yang lain" ; FOKUS

Perhatikan gaya makan si monyet dibawah ini, dia seakan tak peduli dengan apapun... dia hanya peduli dengan makanannya. Tak perlu menghiraukan yang lain... ya hanya makan saja... alhasil makanan habis, perutnya kenyang dan ...istirahat dengan nyaman ....


Si monyet memang tak berfikir panjang, ketika makan selain hanya memikirkan bagaimana ia dapat mengupas dan menikmati makanan lesat ini... tak lebih dari itu... ia hanya menghadapi makanannya saja. berbeda dengan "rimba raya" pikiran manusia yang begitu rumit dan melelahkan, selalu penuh pertimbangan serta benturan-benturan... kelincahan pikiran manusia tak kalah lincah dan tak kalah gesit dari gerakan si monyet yang meloncat dari satu pohon angan-angan ke angan-angan lain...


Gerakan "si monyet" pikiran kita yang lincah, gampang berubah-ubah dan banyak tingkah. sangat di pengaruhi oleh objek luar yang tampak "nikmat" oleh mata kita. Dalam diamnya kita namun Bathin kita bergemuruh seperti ditengah keramaian "lalu lalang manusia" penuh konflik, keinginan-keinginan, harapan-harapan akan pencapaian. itulah kita... dan ...
itulah si monyet....



[SP]

MEDITASI dan KEBIJAKSANAAN



“Jangan pernah mengatakan dalam kondisi apapun bahwa
Meditasi dan Kebijaksanaan adalah hal yang berbeda,
Itu satu kesatuan, bukan merupakan dua hal.
Meditasi itu sendiri adalah unsur kebijaksanaan,
Kebijaksanaan itu sendiri adalah fungsi dari meditasi.”
~ Hui-neng 638-713 ~


Apakah dengan Bermeditasi dapat dikatakan bahwa saya emperlihatkan sikap bijaksana? Berpantang [vegetarian] bukan itu ukuran kebijaksanaan, Berdoa, berpuasa, menyanyikan nama suci Tuhan, menjadi vegetarian dan seterusnya bukan indikator kebijaksanaan.

Kebijaksanaan melampaui semua itu. Orang yang makanan daging dan merokok pun bisa melahirkan pemikiran yang bijak, bisa bersahabat, memiliki cinta kasih dan lain sebagainya. manusia hidup dengan Pikiran-pikiran dan Perasaannya, Angan-angan yang menjelma menjadi penderitaan, Satu-satunya hal yang menyelamatkannya adalah cinta.

Manusia bahkan tak dapat melakukan apapun tanpa cinta. Meditasi seharusnya menumbuhkan dan menyuburkan cinta kasih dalam diri kita, cinta pada diri sendiri, orang-orang disekitar dan lingkungannya. Jika dalam kehidupan ini kita masih bergulat dengan rasa kepemilikan, ekslusivisme, Iri hati... jangan-jangan ada yang salah dengan meditasi kita. Karena sesungguhnya meditasi bukan semata-mata duduk bersila dan bertahan dari gigitan nyamuk. Tetapi keharmonisan dan ketentraman pikiran, ketenangan bathin. Kita tidak sedang bermain dengan koin mata uang yang kelihatan hanya salah satu sisi saja sedangkan sisi yang satunya berlawanan arah, melainkan kata-kata dan tindakan kita adalah cerminan hati kita.



free counters