Hanya Burung berkicau

Rabu, 21 Desember 2011

GOSSIP

Kadang-kadang tanpa sadar dengan bergunjing kita telah mengotori dan mengacaukan kejernihan pikiran sendiri dengan prasangka-prasangka atau praduga-praduga. Praduga-praduga itu bisa jadi samasekali tidak benar atau tidak cukup beralasan untuk dipercaya. Kita telah menilai segala sesuatu, bahkan menghakimi segala sesuatu menggunakan emosi dan subjektifitas. Apa yang telah kita lakukan, dengan tanpa sadar ini, sesungguhnya adalah menjerumuskan diri kita ke jurang 'maya', ilusi. Danitulah sesungguhnya kita sedang memasuki ruang penderitaan yang kita ciptakan sendiri.

Menghindarkan diri dari kebiasaan bergosip memang tidak mudah. tetapi dengan menyadari bahwa kita sedang bergosip dan itu bukanlah sesuatu yang baik merupakan kemajuan. Walaupun ada yang mengatakan, "Bergosip/pergunjingan Baik bagi kesehatan wanita" tetapi kadang bergosip membawa kita kepada "berbicara secara melebih-lebihkan" tentang segala sesuatu yang menurut kita 'Buruk'.

Sangat mudah 'meludah' Gosip sembarangan dan membuangnya kemana anda suka, Namun, sangat tidak mungkin membersihkannya apalagi memungutnya kembali. Begitu pula dengan gosip. Tidaklah sulit untuk menyebarluaskan isu-isu negatif, tetapi jika sudah terlanjur tersebar luas, sangat sulit untuk mengembalikan keadaan. ini akibat dari kita membiasakan indriya-indriya dan pikiran kita yang tak terkendali.

* Empat disiplin lidah (Tapa Yadnya) :
  1. hindari berbohong, 
  2. hindari bergosip-memfitnah, 
  3. hindari kata-kata kasar dan menghina, 
  4. hindari kesombongan.



Kamis, 01 Desember 2011

SEMAR MEMBANGUN KAYANGAN


 “Mulai sekarang aku meninggalkan tubuhmu, Semar. Kamu telah menjadi dirimu sendiri.” Masih terngiang-ngiang ucapan Hyang Ismaya dalam hati semar. Hanya sekilas dan sebentar saja tetapi meninggalkan berbagai pertanyaan di hatinya.” Apakah itu berarti akhir dari tugasku didunia ini?” semar bertanya-tanya dalam hati.

“Tetapi mengawal para ksatria adalah pekerjaan yang tidak pernah usai. Kesetiaan akan swadharma itu harus di pelihara sampai kapan pun, itulah tugas seorang Punakawan “ pikir semar
Tetapi kenapa Hyang Ismaya meninggalkan aku sendiri?

Tidak...tidak...tidak mungkin Hyang Ismaya meninggalkanku. Beliau hanyalah meninggalkan pandangan fisikku saja tetapi beliau tetap bersemayam dalam bathinku. Selama ini aku telah lupa dengan keadaannku sendiri. Aku telah menghambakan diriku pada kekuasaan, kenyamanan, kerakusan sementara rakyat yang negeri Amarta begitu lama menderita karena kelakuan sebagian para pemimpinnya

Mengawal Penguasa Negeri yang tak pernah bisa diharapkan, Keserakahan, Kemunafikan telah menyebabkan para Bangsawan kerajaan menjadi lupa akan rakyatnya. Semua telah memetingkan diri sendiri....Buat apa aku menghamba pada hal-hal seperti itu ? lebih baik aku pergi meninggalkan mereka dan membangun negeriku sendiri, Negeri Kahayangan yang baru. Negeri yang bebas dari keangkara-murkaan, bebas dari kesombongan, itulah kahayanganku.


Pusaka Serat Jamus Kalimasada Kali-Maha-Usada adalah solusi di jaman Kali. Hanya ajaran Kerohanianlah yang mampu menyelamatkan kita dari jeratan materialisme dan sikap egois. Pusaka Tumbak Kalawelang adalah simbol ketajaman visi, kemampuan mengawasi gerak-gerik bathin, selalu awas, selalu waspada akan sang diri. Melaksanakan tapa dengan mengendalikan indria-indria. Pusaka Payung Tunggulnaga adalah selama yang mulia Prabu Punta dewa [RajaYudistira] berkuasa maka, negeri ini akan menjadi negeri yang dipenuhi olah karakter-karakter dharma, Kejujuran, kepolosan, keterbukaan dan Profesionalisme. Karakter yang dapat dijadikan untuk membangun negeri ini.





Belahmanukan, wuku landep-Hari Kamis Pon 1 Desember 2011

Selasa, 22 November 2011

PESAN SARASAMUSCAYA

”Sebab uang [Harta, Kekayaan] itu, jika dharma [Jalan kebenaran] landasan memperolehnya laba atau untung namanya, sungguh-sungguh mengalami kesenangan orang yang beroleh uang itu, akan tetapi jika uang itu diperoleh dengan jalan adharma [kejahatan], merupakan noda uang itu, dihindari oleh mereka yang berbudi utama; oleh karena itu, janganlah bertindak menyalahi dharma jika anda berusaha menuntut sesuatu”

Pada intinya, jika arta kekayaan dan kenikmatan hidup yang dicita-citakan, maka usahakanlah didahului dengan Dharma (perbuatan baiak) terlebih dahulu, dengan demikian tidak perlu disangsikan lagi, pasti akan mendapatkan artha kekayaan  dan keindahan hidup, sebaliknya , tidak ada manfaatnya arta kekayaan dan kenikmatan hidup jika diperoleh  dengan jalan  adharma (tidak bermoral) 

Jika Tujuan hidup adalah untuk mencapai kebahagiaan rohani dan  jasmani seharusnya tujuan itu tidak diwujudkan dengan ambisi kebahagiaan pribadi melainkan, disana harus ada keiklasan Seperti halnya Matahari , ia terbit untuk melenyapkan Gelapnya dunia. Demikian juga orang yg selalu mengusahakan dharma (Kebenaran) hanya itulah  jalan untuk dapat melenyapkan segala Kegelapan bathin.




Selasa, 15 November 2011

KISAH SEORANG ANAK PENCURI


Menyadari bahwa ayahnya sudah tua, anak seorang pencuri meminta saran ayahnya untuk mengajarinya usaha dagang sehingga ia bisa membangun bisnis keluarga setelah ayahnya pensiun sebagai pencuri. Sang ayah setuju, dan atas petunjuk sang ayah, pada suatu malam si anak masuk ke rumah seorang saudagar kaya. 
 
Didalam sebuah rumah terdapat lemari pakaian, setelah masuk dan memilih pakaian bagus-bagus. si anak itu terkesima melihat pakaian-pakaian mewah itu, tanpa disadari saking sibuknya memilih-milih pakaian sang saudagar, si anak pencuri ini menyenggol sebuah kursi sehingga menimbulkan suara gaduh dan terdengar olah para pelayan saudagar kaya itu. karena gugup takut ketahuan si anak ini bingung untuk keluar ruangan itu 

Kemudian dia masuk ke dalam lemari Pakaian tersebut dan muncul sebuah ide untuk untuk mengelabui pelayan dengan membuat suara seperti kucing. Karena curiga, Saudagar bersama para pelayan kemudian mengambil lilin dan memeriksa lemari. Ketika pintu lemari dibuka anak itu melompat keluar, meniup lilin, menerobos kerumunan para pelayan. Saudagar seketika memerintahkan para Pengawalnya berlari mengejarnya.  

Melihat sebuah sumur di pinggir jalan anak itu melemparkan batu besar dalam, kemudian bersembunyi di kegelapan. Pengejar berkumpul di sekitar sumur mencoba melihat pencuri terjatuh dan tenggelam didalam sumur. 


Ketika anak itu sampai di rumah, dia sangat marah pada ayahnya dan dia menceritakan pengalamannya kepada ayahnya dan sang ayah berkata: "Kau bertanya tentang ilmu berdagang pada ayah, tetapi baru saja kau mempraktekan sebuah bakat seni yang ayah miliki."

Senin, 10 Oktober 2011

OM GANESHA YA NAMAHA

Sloka Sri Ganesha :

" Vakra-Tunndda Maha Kaaya Surya-Kotti Samaprabha
Nirvighnam Kuru Me
Deva Sarva-Kaaryessu Sarvadaa  "


"Oh...Yang Mulia Ganesha, yang berbelalai dan berbadan besar yang [merupakan perwujudan] kecerdasannya bagaikan sejuta Matahari, semoga [dengan anugrah ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan] semua lancar dan mendapat perlindungan ".

Ganesha   :  Terdiri dari kata Gana , berarti kelompok, orang banyak, atau sistem pengelompokan, dan isha, berarti penguasa atau pemimpin. Ganapati : Nama lain Ganesa, adalah kata majemuk yang terdiri dari kata gana, yang berarti "kelompok", dan pati, berarti "pengatur" atau "pemimpin".

Winayaka,Vināyaka        :  Vinaayaka melambangkan kualitas dari seorang pemimpin sejati dalam semua
                                             aspek 
 "Viyate Nayake Iti Vinaayaka"
Pilleyar                              :  Anak kecil yang mulia.
Wigneswara, Vignesvar   :  Pengusir segala rintangan, Dewa saat memulai pekerjaan dan "Dewa segala
                                             rintangan.
Ekadanta                          :  Satu Gading.

Ganesha sering diasosiasikan dengan konsep Buddhi (kecerdasan), Siddhi (kekuatan spiritual), dan Riddhi (kemakmuran); tiga kualitas ini kadangkala dipersonifikasikan sebagai para dewi, yang konon menjadi para istri Ganesa. Wahana Tikus bermakna sebagai penciuman yang tajam, Ganesha mampu mendeteksi apapun dari kejauhan

"Thathpurushaya Vidmahe,
Vakratundaaya dhiimahi,
Thanno Danthi Prochodayaath ".



Ini menunjukkan bahwa Keilahian Vinaayaka adalah dimuliakan dalam mantra Gayatri. Oleh karena itu, Ganapathi menandakan potensi meresapi segala Ilahi .  Vinaayaka adalah orang yang mengusir semua kesedihan, kesulitan dan penderitaan.

Inkarnasi [perwujudan] Tuhan dalam bentuk Vakratunda, mengendarai seekor singa, adalah untuk menaklukkan setan Matsarya (Iri hati/persaingan).
Ekdanta dengan tikus sebagai kendaraan, dimaksudkan untuk menundukkan setan Madasura (kesombongan).
Mahodara adalah untuk mengalahkan setan Mohasura (delusi/maya).
Gajananda adalah untuk memberkati Sankhya Yogi dan menaklukkan setan Lobhasura (keserakahan).
Lambodara adalah untuk menundukan Krodhasura setan (amarah).
Vikata dengan mengendarai burung merak, adalah untuk menundukkan setan Kamasura (nafsu).
Vighnaraja naik ular Sesha langit, dimaksudkan untuk menaklukkan setan Mamatasura (rintangan).
Dhumra-varna menaklukkan Abhimaan Asura (kebanggaan/kesombongan).
Makna batiniah dalam menyembah Ganapathi adalah bahwa setiap hari harus didedikasikan untuk memperoleh kontrol atas setiap organ (Indriyas).

"Ganaanaam Twam Ganapathi Gam HavaamaheKavim Kaveenaam Upamasra VastamamJyeshta Raajam Brahmanaam BrahmanaspathaAanashrunvanna Oothibhi Seedha Saadanam"


Artinya: Kami memuja Mu, Tuhan iman segala rohani (Dewa Siwa). Engkau yang paling bijaksana di antara para bijaksana, yang terbaik untuk diantara segala yang terbaik. Anda adalah Tuhan awal semua penciptaan,dengan mengucapkan doa-doa semoga Tuhan mengabulkan doa kita.





RAJA DAN KECAPI


Seorang raja dari sebuah kerajaan yang belum pernah mendengar suara musik kecapi begitu terkesima mendengar suara indah kecapi. Kemudian pada suatu hari ia mendengarkannya dan berkata,"Orang baik beritahukanlah kepadaku , suara apakah itu, yang begitu mempesona, begitu menyenangkan, begitu memabukkan, begitu menggairahkan, dengan kekuatan yang begitu mengikat?"

Lalu mereka berkata kepadanya,"Paduka, itu adalah suara musik kecapi."

Maka ia berkata,"Pergilah, bawakan aku kecapi itu!"

Lalu mereka membawakan kecapi itu kepadanya tetapi ia berkata,"Cukup sudah dengan kecapi ini. Bawakan saja aku musiknya!"

Mereka lalu berujar, "Paduka, kecapi ini terdiri dari berbagai dan banyak bagian: perut, kulit, tangkai, kerangka, senar, kuda-kuda, dan upaya pemain. Dan kecapi itu bersuara karena mereka. Kecapi itu bersuara karena banyak bagian".

Lalu raja tersebut memecahkan kecapi itu menjadi ratusan bagian, memecah dan memecahnya lagi, membakarnya, menaruh abunya dalam sebuah timbunan, dan menampinya dalam sebuah tong atau mencucinya dengan air agar dapat menemukan suara musiknya.

Setelah melakukan hal ini, ia berkata, "Kecapi merupakan benda yang sungguh jelek; apapun gerangan sebuah kecapi itu, dunia telah terbawa sesat oleh benda itu".

Seseorang yang sungguh-sungguh menyelidiki  badan, sejauh apapun... badan jasmani mengada dan berubah, menyelidiki perasaan, menyelidiki persepsi , menyelidiki bentuk-bentuk pikiran, menyelidiki kesadaran sejauh apapun.... kesadaran mengada dan berubah, tidak akan ditemukan gagasan mengenai  “Diriku, Milikku, Aku”
[SN 35.205. Vina Sutta, Samyutta Nikaya]

Sabtu, 08 Oktober 2011

GURU



" Para Guru adalah yng meancarkan kebenaran,
kecemerlangan yang memiliki tubuh kedewataan "
[ RgVeda X.65.7]

Serupa bulan purnama yang terang tanpa menyilaukan,
tersenyum memandang kehidupan
Ketika beberapa ekor beruang putih mengisi kehidupan salju,
beruang-beruang itu tampak lenyap,
tampak dari kejauhaan tak ada kehidupan sama sekali.
ketika didekati kehidupan sedang bekerja disana.

Ia seperti Matahari
Hari ini tertutup awan
Esok terbekap mendung
Ia tetap memancarkan cahayanya
itulah otentik

sebagaimana bathin yang hening
tak terwakili oleh sejuta kata
tak tersingkap oleh logika
tak terlihat oleh busana

Singaraja, 08 Oktober 2011

Kamis, 06 Oktober 2011

"Aku ingin bersatu dengan Tuhan di dalam doa."

"Yang kau inginkan itu mustahil."

"Mengapa?"

"Karena di mana engkau ada,
Tuhan tidak ada;
di mana Tuhan ada,
engkau tidak ada.
Lalu bagaimana engkau bisa bersatu dengan Tuhan?"

Kemudian Sang Guru berkata:
"Carilah kesunyian. Jika engkau bersama dengan orang lain, engkau tidak sunyi.
Jika engkau bersama dengan Tuhan,
engkau tidak sunyi.
Satu-satunya jalan untuk sungguh bersatu dengan Tuhan adalah sunyi sama sekali.
Di situ moga-moga, Tuhan akan ada
dan engkau tidak ada."

[Anthony de Mello]

Kamis, 29 September 2011

AKU TELAH LAMA MENJADI KELEDAI



Aku selalu mengikuti langkah-langkah kaki itu
Kata orang-orang hebat itu;
Kebenaran adalah segala sesuatu .
Kebenaran adalah keadaan.
Kebenaran adalah perbuatan.
Kebenaran adalah Hukum.
Aku selalu menguping pembicaraan mereka






"Penderitaan berkubang pada bathin yang kotor", tambah Guru yang satunya
Tumben bocah-bocah itu tak bermain dihalaman perkemahan ini
mendung membekap langit seolah mau runtuh menimpa kami.

"Aku ingin seperti guru itu, mempunyai banyak pengikut...
atau... seperti Sang Pangeran yang kaya raya kemarin".
Aku bermain-main dengan khayalanku
Aku sibuk dengan pikirannku


Mereka seharusnya menghargaiku !
Karena aku berjasa besar pada mereka
mengikuti kemanapun mereka pergi
Aku menghela nafas berbau sumpah serapah
Tidak puas menunggumu dari tadi
Aku berbisik pada kesumat.


Aku tergesa-gesa...
"mengharapkankan sedikit perhatian besar tak apalah", pikirku
aku capek, aku lelah
aku ingin hasilnya sekarang
sesuai pengorbananku
emas-emas itu..ya emas dalam pundi-pundi pendeta itu banyak sekali
Aku inginkan sebagian dari itu saja sudah cukup !


"horeee...mentari telah terbit... mentari telah terbit " kata anak-anak itu
dunia sudah terang kembali
menyingkap mutiara pagi
Aku akhirnya menyadari
Ketika hatiku pergi berlibur
Aku telah lama menjadi keledai
"Andaikan emas itu diberikan padaku juga buat apaa,
toh yang aku perlukan hanyalah istrirahat dan sedikit rumput segar" , pikirku.

Selasa, 13 September 2011

HUKUM TRUK SAMPAH

Suatu hari saya naik sebuah taxi dan menuju ke Bandara.

Kami melaju pada jalur yang benar ketika tiba-tiba sebuah mobil hitam keluar dari tempat parkir tepat di depan kami. Supir taxi menginjak pedal rem dalam-dalam hingga ban mobil berdecit dan berhenti hanya beberapa centimeter dari mobil tersebut. Namun justru orang yang mengendarai mobil hitam justru marah-marah dam memaki-maki kami. sementara sopir taxi hanya tersenyum dan bersikap manis.

saya bertanya, "Mengapa anda melakukannya? Orang itu hampir merusak mobil anda dan dapat saja mengirim kita ke rumah sakit!" Saat itulah saya belajar dari supir taxi tersebut mengenai apa yg saya kemudian sebut "Hukum Truk Sampah".

Ia menjelaskan bahwa banyak orang seperti Truk sampah. mereka berjalan keliling membawa sampah dan bau, seperti; frustrasi, kemarahan, kekecewaan. Seiring dengan semakin penuh kapasitasnya, semakin mereka membutuhkan tempat untuk membuangnya, & seringkali mereka membuangnya kepada anda.


Jangan ambil hati, tersenyum saja, lambaikan tangan, berkati mereka, lalu lanjutkan hidup. Jangan ambil sampah mereka untuk kembali membuangnya kepada orang lain yang anda temui, di tempat kerja, di rumah atau dalam perjalanan.

Intinya, orang yg sukses adalah orang yang tidak membiarkan "Truk sampah" mengambil alih hari-hari mereka dgn merusak suasana hati. Hidup ini terlalu singkat utk bangun di pagi hari dengan penyesalan. Maka kasihilah orang yang memperlakukan anda dengan benar dan berdoalah bagi mereka yang tidak..

Hidup itu 10% mengenai apa yang kau buat dengannya dan 90% tentang bagaimana kamu menghadapinya. Selamat menikmati hidup...always smile and └ºνє♡ each other

Satu menit kita marah kita akan kehilangan 60 detik kebahagian hidup.








copas dari wall Bpk.Hudoyo

Kamis, 14 Juli 2011

SPIRITUALITAS SAAT INI

Spiritualitas Dewasa ini mengekspresikan diri dengan cara :

perduli lebih aktif terhadap lingkungan dan kemanusiaan, mempelajari praktek meditasi, pemerhati masalah keadilan sosial, keadilan bagi laki-laki dan perempuan dalam semua aspek pengambilan keputusan, mencari sistem ekonomi yang lebih baik untuk semua dan melakukan upaya perdamaian sebagai lawan dari peperangan. sangat menghargai pengalaman perjalanan spiritual pribadi.



Spiritualitas ini terus berkembang dan kuat saat ini ketika semua sistem budaya, politik dan ekonomi yang ada terlihat gagal. Karena pengalaman kita sebelumnya tentang keterpisahan diri sangat besar, keinginan yang mendalam terhadap hubungan personal yang kuat untuk kehadiran suci dari keberadaan diri kita didalam, untuk struktur sosial dan untuk alam itu sendiri yang mendorong kemajuan dari perubahan itu.

Orang-orang mulai menyadari bahwa masyarakat manusia adalah bagian dari evolusi yang terus berubah, sehingga ia harus terus mengatasi setiap kemungkinan yang membawa peluang baru. Karena setiap pengalaman hidup berisi pembelajaran, dengan keyakinan seperti ini orang lain tidak boleh menghalangi potensi perkembangan seseorang.

Tuhan Sang Pencipta adalah Omnipresen/perwujudan semuaNya dalam penciptaan dan berada dalam setiap manusia dan segala sesuatu yang ada. Dalam rangka untuk kembali ke pemenuhan dari cahaya Pencipta, pembelajaran dari semua pelajaran harus dialami dengan segala kemungkinan pengalaman yang ada dan menyelesaikannya. Masing-masing harus mengembangkan diri sepenuhnya dan menyembuhkan melalui kesadaran akan kasih dalam diri.

Kita harus mensegerakan diri kita untuk menghindari bentuk apapun penghakiman atas mereka yang berlawanan dan mencari semua nilai dalam setiap pengalaman kehidupan. Ini dapat dimengerti karena apa yang ada adalah bagian dari Keseluruhan, dan oleh karena itu semuanya bermakna sebagai potensi belajar bagi kita manusia. Sebagian besar orang melihat apa yang salah atau jahat adalah tantangan bagi ego dan ketidaktahuan kita, yang mendorong kita menuju kasih dan pengertian. Ini bukan soal mengidentifikasi apa yang salah dan berusaha untuk menghancurkan, tetapi untuk mengetahui pelajaran apa yang sedang kita pelajari dari mereka. Yang disebut sisi negatif kehidupan ada sebagai cara untuk mengajarkan kita apa yang kita tidak bisa hindari untuk belajar. Dan jika kita sudah mempelajari apa yang harus dipelajari, negatifitas tersebut tidak lagi perlu hadir karena kita sudah mampu mengatasinya. Melalui belajar kita mampu memperluas kesadaran kita dan menjadi manfaat yang lebih besar bagi orang lain. Dengan demikian, jalan tengah adalah melihat makna segala sesuatu, semua orang dan semua pengalaman sebagai bermanfaat yang diperlukan sebagai bagian dari pemenuhan kehidupan.







Diambil dari tulisan :

Mary Mageau
Religion And Spirituality
[penulis, guru rohani, meditasi]

Senin, 04 Juli 2011

GALUNGAN








"Budha Kliwon Dungulan Ngaran Galungan patitis ikang janyana samadhi,
galang apadang maryakena sarwa byaparaning idep".
[Sundarigama]

Rabu Kliwon Dungulan namanya Galungan,
Galungan adalah Kemenangan atas Aku.
Galungan adalah evaluasi Aku.
Galungan adalah introspeksi Aku.
Kemenangan sang diri, atas segala perjuangan mendamaikan Aku.

seekor laron mencari terang "Galang apadang" ...
melenyapkan segala kegelapan bathin "Byaparaning idep"... Jadilah Kunang-kunang.
Kunang-kunang tengah malam membagi cahaya untuk sesama.
Semarak dalam bathin, mengusir adharma pergi.
menyembelih kebinatangan diri "Ashuri sampad"
Memenangkan Dharma dalam diri "Daiwi sampad" dengan membuang sampah Sad Ripu,
mewaspadai gerak bathin...
Galungan... sudahkah menang ? Sudahkah tenang ?



~ oOOOo ~











Rangkaian Hari Raya Galungan & Kuningan

  • Tumpek Wariga/Uduh /Pengatag/Bubuh/pengarah 25 hari sebelum Galungan [Saniscara Kliwon wariga. Ngrasakin/Ngatagin memanjatkan Puji syukur kepada Tuhan atas kesejahtraan dan Kemakmuran. Tumpek Pengatag memberi isyarat dan makna mendalam agar manusia mengasihi dan menyayangi alam dan lingkungan yang telah berjasa menopang hidup dan penghidupannya. Pada Tumpek Pengatag, momentum kasih dan sayang [konservasi] kepada alam itu diarahkan kepada tumbuh-tumbuhan. Betapa besarnya peranan tumbuh-tumbuhan dalam memberi hidup umat manusia. Hampir seluruh kebutuhan hidup umat manusia bersumber dari tumbuh-tumbuhan. Mulai dari pangan, sandang hingga papan.
  • Sugihan Jawa/Sugimanik [Wraspati wage sungsang].
  • Sugihan Bali. Manusia hendaknya memohon kesucian, pembersihan lahir batin kehadapan semua Bhatara. Menghaturkan pengeresikan serta runtutannya di merajan/paibon. [Sukra Kliwon Sungsang]
Makna filosofis hari sugihan tidak bisa dipisah-pisahkan dengan hari lainnya yang masih merupakan rangkaian hari raya Galungan dan Kuningan. Rangkaian perayaan yang sudah dimulai sejak 25 hari sebelum Galungan tepatnya pada Saniscara Kliwon wuku Wariga atau yang lebih dikenal dengan Tumpek Wariga. Makna dan filosofi kedua sugihan tersebut adalah sebagai pembersihan makrokosmos (alam semesta) dan mikrokosmos (manusia) secara sekala maupun niskala. ''Sugihan Jawa merupakan pembersihan secara sekala, sementara Sugihan Bali merupakan pembersihan secara niskala,'' kata Ngurah. Pada Sugihan Jawa, lebih menekankan pada pembersihan makrokosmos atau alam semesta. Pembersihan ini secara sekala dilakukan dengan membersihkan palinggih atau tempat-tempat suci yang digunakan sebagai tempat pemujaan.

  • Hari Penyekeban [mematangkan, mendewasakan, mempersiapkan] bisa juga bermakna "Nyekeb" buah-buahan agar cepat matang. Pada hari ini sebaiknya waspada dan hati-hati serta menguatkan iman agar tidak tergoda, kena pengaruh Sang Bhuta Galungan. Penyekeban berarti berusaha untuk menguasai/mengendalikan diri. [Redite Pahing Dungulan]

  • Penyajaan Galungan [membuat Jajanan, jaje [bali], penyajaan juga dikatakan "saja""seken" "serius" "kemantapan. Perlu berhati-hati dan mawas diri karena adanya pengaruh dari Sang Bhuta Dunggulan. [Soma Pon Dungulan]
Penyajaan Galungan. Pada hari ini orang yang paham tentang yoga dan samadhi melakukan pemujaan. Dalam lontar disebutkan, “Pangastawaning sang ngamongyoga samadhi.”

  • Penampahan Galungan. Pada hari ini dikuasai oleh Sang Bhuta Amengkurat. Oleh karenanya setelah matahari terbenam dialakukan upacara biakala (mabiakala) agar tetap terhindar dari pengaruh Kala Tiganing Galungan yang dilakukan di halaman rumah. Saat ini juga dipasang penjor lengkap dengan segala hiasannya. [Anggara Wage Dungulan].


Aktifitas menjelang Persembahyangan Galungan



Pada hari inilah dianggap sebagai hari untuk mengalahkan Butha Galungan dengan upacara pokok yaitu membuat banten byakala yang disebut pamyakala lara melaradan. Umat kebanyakan pada hari ini menyembelih babi atau Hewan lain sebagai binatang korban. Namun makna sesungguhnya adalah pada hari ini hendaknya membunuh sifat-sifat kebinatangan yang ada pada diri.

Penjor Menghiasi sepanjang Jalan



Pada Hari Penampahan Juga dibuat dan Didirikan Penjor. Penjor adalah upakara yang wajib disertakan pada setiap hari raya Galungan, mulai ditancapkan pada Anggara Wage Dungulan dan dicabut pada Buda Kliwon Paang. Penjor sebagai Ucapan terima kasih kepada Bhatara Maha Meru yang telah memberikan pengetahuan dan kemakmuran kepada umat manusia.

“Ndah Ta Kita Sang Sujana Sujani, Sira Umara Yadnva, Wruha Kiteng Rumuhun, Rikedaden Dewa, Bhuta Umungguhi Ritekapi Yadnya, Dewa Mekabehan Menadya Saraning Jagat Apang Saking Dewa Mantuk Ring Widhi, Widhi Widana Ngaran Apan Sang Hyang Tri Purusa Meraga Sedaging Jagat Rat, Bhuwana Kabeh, Hyang Siwa Meraga Candra, Hyang Sadha Siwa Meraga “Windhune”, Sang Hyang Parama Siwa Nadha, Sang Hyang Iswara Maraga Martha Upaboga, Hyang Wisnu Meraga Sarwapala, Hyang Brahma Meraga Sarwa Sesanganan, Hyang Rudra Meraga Kelapa, Hyang Mahadewa Meraga Ruaning Gading, Hyang Sangkara Meraga Phalem, Hyang Sri Dewi Meraga Pari, Hyang Sambu Meraga Isepan, Hyang Mahesora Meraga Biting
[Tutur Dewi Tapini, Lamp. 26]

Artinya :

- Kain putih yang terdapat pada penjor sebagai simbol kekuatan Hyang Iswara.
- Bambu sebagai simbol dan kekuatan Hyang Brahma.
- Kelapa sebagai simbol kekuatan Hyang Rudra.
- Janur sebagai simbol kekuatan Hyang Mahadewa.
- Daun-daunan (plawa) sebagai simbol kekuatan Hyang Sangkara.
- Pala bungkah, pala gantung sebagai simbol kekuatan Hyang Wisnu.
- Tebu sebagai simbol kekuatan Hyang Sambu.
- Sanggah Ardha Candra sebaga: simbol kekuatan Hyang Siwa.
- Upakara sebagai simbol kekuatan Hyang Sadha Siwa dan Parama Siwa.

  • Hari Raya Galungan. Hari ini merupakan peringatan atas terciptanya alam semesta beserta isinya dan kemenangan dharma melawan adharma. Umat Hindu melakukan persembahan kehadapan Sang Hyang Widi dan Dewa/Bhatara dengan segala manifestasinya sebagai tanda puji syukur atas rahmatnya serta untuk keselamatan selanjutnya. Sedangkan penjor yang dipasang di muka tiap-tiap perumahan merupakan persembahan kehadapan Bhatara Mahadewa yang berkedudukan di Gunung Agung. [Buda Kliwon Dungulan]
Meskipun Galungan itu disebut “Rerahinan Gumi” artinya semua umat wajib melaksanakan, ada pula perbedaan dalam hal perayaannya. Berdasarkan sumber-sumber kepustakaan lontar dan tradisi yang telah berjalan dari abad ke abad telah dikenal adanya tiga jenis Galungan yaitu: Galungan (tanpa ada embel-embel), Galungan Nadi dan Galungan Nara Mangsa. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

a. Galungan


Punang aci Galungan ika ngawit, Bu, Ka, Dungulan sasih kacatur, tanggal 15, isaka 804. Bangun indria Buwana ikang Bali rajya.
[Lontar Purana Bali Dwipa]

" Perayaan (upacara) Hari Raya Galungan itu pertama-tama adalah pada hari Rabu Kliwon, (Wuku) Dungulan sasih kapat tanggal 15, tahun 804 Saka. Keadaan Pulau Bali bagaikan Indra Loka "

Galungan Adalah hari raya yang wajib dilakukan oleh umat Hindu untuk merayakan kemenangan dharma melawan adharma. Berdasarkan keterangan lontar Sundarigama disebutkan “Buda Kliwon Dungulan ngaran Galungan.” Artinya, Galungan itu dirayakan setiap Rabu Kliwon wuku Dungulan. Jadi Galungan itu dirayakan, setiap 210 hari karena yang dipakai dasar menghitung Galungan adalah Panca Wara, Sapta Wara dan Wuku. Kalau Panca Waranya Kliwon, Sapta Waranya Rabu, dan wukunya Dungulan, saat bertemunya ketiga hal itu disebut Hari Raya Galungan.

b. Galungan Nadi

Galungan yang pertama dirayakan oleh umat Hindu di Bali berdasarkan lontar Purana Bali Dwipa adalah Galungan Nadi yaitu Galungan yang jatuh pada sasih Kapat (Kartika) tanggal 15 (purnama) tahun 804 Saka (882 Masehi) atau pada bulan Oktober.

Disebutkan dalam lontar itu, bahwa pulau Bali saat dirayakan Galungan pertama itu bagaikan Indra Loka. Ini menandakan betapa meriahnya perayaan Galungan pada waktu itu. Perbedaannya dengan Galungan biasa adalah dari segi besarnya upacara dan kemeriahannya. Memang merupakan suatu tradisi di kalangan umat Hindu bahwa kalau upacara agama yang digelar bertepatan dengan bulan purnama maka mereka akan melakukan upacara lebih semarak. Misalnya upacara ngotonin atau upacara hari kelahiran berdasarkan wuku, kalau bertepatan dengan purnama mereka melakukan dengan upacara yang lebih utama dan lebih meriah.

Disamping karena ada keyakinan bahwa hari Purnama itu adalah hari yang diberkahi oleh Sanghyang Ketu yaitu Dewa kecemerlangan. Ketu artinya terang (lawan katanya adalah Rau yang artinya gelap). Karena itu Galungan, yang bertepatan dengan bulan purnama disebut Galungan Nadi. Galungan Nadi ini datangnya amat jarang yaitu kurang lebih setiap 10 tahun sekali.

c. Galungan Nara Mangsa

Galungan Nara Mangsa jatuh bertepatan dengan tilem sasih Kapitu atau sasih Kesanga. Dalam lontar Sundarigama disebutkan sebagai berikut:

"Yan Galungan nuju sasih Kapitu, Tilem Galungan, mwang sasih kesanga, rah 9, tenggek 9, Galungan Nara Mangsa ngaran. “

Artinya:

Bila Wuku Dungulan bertepatan dengan sasih Kapitu, Tilem Galunganiya dan bila bertepatan dengan sasih Kesanga rah 9, tenggek 9, Galungan Nara Mangsa namanya.

Dalam lontar Sanghyang Aji Swamandala ada menyebutkan hal yang hampir sama sebagai berikut:

Nihan Bhatara ring Dalem pamalan dina ring wong Bali, poma haywa lali elingakna. Yan tekaning sasih Kapitu, anemu wuku Dungulan mwang tilem ring Galungan ika, tan wenang ngegalung wong Baline, Kala Rau ngaranya yon mengkana. Tan kawasa mabanten tumpeng. Mwah yan anemu sasih Kesanga, rah 9 tenggek 9, tunggal kalawan sasih Kapitu, sigug ya mengaba gering ngaran. Wenang mecaru wong Baline pabanten caru ika, nasi cacahan maoran keladi, yan tan anuhut ring Bhatara ring Dalem yanya manurung, moga ta sira kapereg denira Balagadabah.

Artinya:

Inilah petunjuk Bhatara di Pura Dalem (tentang) kotornya hari (hari buruk) bagi manusia, semoga tidak lupa, ingatlah. Bila tiba sasih Kapitu bertepatan dengan wuku Dungulan dan Tilem, pada hari Galungan itu, tidak boleh merayakan Galungan, Kala Rau namanya, bila demikian tidak dibenarkan menghaturkan sesajen yang berisi tumpeng. Dan bila bertepatan dengan sasih Kasanga rah 9, tenggek 9 sama artinya dengan sasih kapitu. Tidak baik itu, membawa penyakit adanya. Seyogyanya orang mengadakan upacara caru yaitu sesajen caru, itu nasi cacahan dicampur ubi keladi. Bila tidak mengikuti petunjuk Bhatara di Pura Dalam (maksudnya bila melanggar) kalian akan diserbu oleh Balagadabah.

Demikianlah dua sumber pustaka lontar yang berbahasa Jawa Kuna menjelaskan tentang Galungan Nara Mangsa. Dalam lontar Sundarigama disebutkan bahwa pada hari Galungan Nara Mangsa disebutkan “Dewa Mauneb bhuta turun” yang artinya, Dewa tertutup (tapi) Bhutakala yang hadir. Ini berarti Galungan Nara Mangsa itu adalah Galungan raksasa, pemakan daging manusia. Oleh karena itu pada hari Galungan Nara Mangsa tidak dilangsungkan upacara Galungan sebagaimana mestinya terutama tidak menghaturkan sesajen “tumpeng Galungan”. Pada Galungan Nara Mangsa justru umat dianjurkan menghaturkan caru, berupa nasi cacahan bercampur keladi.

Demikian pengertian Galungan Nara Mangsa. Palaksanaan upacara Galungan di Bali biasanya diiiustrasikan dengan cerita Mayadanawa yang diuraikan panjang lebar dalam lontar Usana Bali sebagai lambang, pertarungan antara aharma melawan adharma. Dharma dilambangkan sebagai Dewa Indra sedangkan adharma dilambangkan oleh Mayadanawa. Mayadanawa diceritakan sebagai raja yang tidak percaya pada adanya Tuhan dan tidak percaya pada keutamaan upacara agama.

  • Manis Galungan. Melakukan upacara nganyarin/penyucian di merajan/sanggah kemulan yang ditujukan kehadapan Hyang Kawitan dan Leluhur. [Wraspati Umanis Galungan]
  • Pemaridan Guru. Kembalinya para Dewa ke Sunyaloka dengan meninggalkan kesejahteraan dan panjang umur pada umatnya. Pada hari ini dilakukan upacara keselamatan, bersembahyang dengan maksud menghaturkan suksma dan mohon penugrahan kerahayuan. [Saniscara Pon Dungulan].
Hari berikutnya adalah hari Sabtu Pon Dungulan yang disebut hari Pemaridan Guru. Pada hari ini, dilambangkan dewata kembali ke sorga dan meninggalkan anugrah berupa kadirghayusaan yaitu hidup sehat panjang umur. Pada hari ini umat dianjurkan menghaturkan canang meraka dan matirta gocara. Upacara tersebut barmakna, umat menikmati waranugraha Dewata,.

  • Ulihan [Ulih, Mulih, Kembali]. Pada hari ini menghaturkan canang raka dan runtutannya kehadapan Bhatara-Bhatari. Beliau kembali ke singgasana/Kahyangan masing-masing.[Redite Wage Kuningan]
Makanan "Entil" [semacam Lontong]

Umat Hindu yang masih berada dalam suasana hari raya, pada hari Minggu atau Radite Wage Kuningan menyebutnya sebagai Hari Ulihan. Secara umum, umat menghaturkan canang raka di Dadia, merajan atau di kemulan, mohon keselamatan dan panjang umur.

Di daerah tertentu, hari Ulihan termasuk istimewa. Bagi umat di Desa Pujungan, Kec. Pupuan (Tabanan) atau Umat di Desa Tinggarsari Kec. Busungbiu (Buleleng) umat membuat "intil/Entil", yaitu semacam ketupat yang dibungkus dengan daun bambu/Pisang. Pagi-pagi sekitar pukul 05.00 Wita, intil itu dihaturkan di bale adat atau di tempat tidur (bagi yang tidak punya bale adat). intil/Entil itu ditaruh di atas dulang bersama lauk pauknya (Sayur Rambanan). Sesajen itu dihaturkan kehadapan Pitara-pitari (Dewata-Dewati) atau roh leluhur, baik yang belum maupun yang sudah diaben. Pada hari Ulihan, umat Hindu memiliki kepercayaan bahwa roh leluhur pulang "Mulih" dan oleh karenanya dihaturkan sesajen. Pada hari Redite ini, beliau kembali ke alam niskala setelah memberikan berkat kepada turunannya- "Berpamit-pamitan" dengan anak cucunya.

Hari Ulihan ini memiliki makna, bahwa umat manusia hendaknya selalu ingat kepada roh leluhur yang telah membuat manusia ini berkembang.

OM ANGULIH-ULIH SANG AGAWE HAYU LAWAN SANG KINARYAKAKEN MWANG SANG AMILEPAS DEN SAMA LUPUTA RING ILA UPADRAWA, SAKALA NISKALA SAMA UMANGGUH RAHAYU.
  • Pemacekan Agung. Hari ini dilakukan pemujaan terhadap Sang Hyang Widi/Sang Hyang Prameswara dengan menghaturkan upacara memohon keselamatan. Sore hari (sandikala) dilakukan upacara segehan di halaman rumah dan di muka pintu pekarangan rumah yang ditujukan kepada Sang Kala Tiga Galungan beserta pengiringnya agar kembali dan memberi keselamatan. [Soma Kliwon Kuningan]

  • Buda Paing Kuningan. Pujawali Bhatara Wisnu.

  • Penampahan Kuningan.

  • Purnama.

  • Kajeng Keliwon Uwudan.

  • Hari Raya Kuningan. Pada hari ini menghaturkan sesaji dan persembahan atas turunnya kembali Shang Yang Widi disertai oleh Dewata atau Pitara, mohon keselamatan dunia dengan segala isinya. Upacara dilangsungkan hanya sampai pukul 12.00 ("tajeg surya"), sebab setelah itu para Dewata semuanya kembali ke Suralaya. [Saniscara Kliwon Kuningan]
Dalam lontar Sundarigama tidak disebutkan upacara yang mesti dilangsungkan. Hanya dianjurkan melakukan kegiatan rohani yang dalam lontar disebutkan Sapuhakena malaning jnyana (lenyapkanlah kekotoran pikiran). Keesokan harinya, Sabtu Kliwon disebut Kuningan. Dalam lontar Sunarigama disebutkan, upacara menghaturkan sesaji pada hari ini hendaknya dilaksanakan pada pagi hari dan hindari menghaturkan upacara lewat tengah hari. Mengapa? Karena pada tengah hari para Dewata dan Dewa Pitara “diceritakan” kembali ke Swarga (Dewa mur mwah maring Swarga).
  • Buda Wage Langkir.
  • Hari Bhatara Sri.
  • Anggar Kasih Medangsia.
  • Tilem.










Tinggarsari-Bali, Penyajaan Galungan [Soma Pon Dungulan, 04 Juli 2011]
Sumber : [CoPas] dari berbagai sumber.

SETAN

Suatu hari ada seorang Pendeta yang tersohor di suatu desa...Pendeta itu setiap harinya memberikan ceramah/khotbah tentang hidup suci kepada Tuhan, menyembuhkan segala penyakit dalam nama Tuhan, dst...

Dan tiba saatnya dia pulang...dalam perjalanan pulangnya melalui hutan belantara, ia mendengar suara rintihan seperti orang yang sedang kesakitan...tengak-tengok ia cari dimana sumber suara tersebut... tak lama kemudian dia melihat sebuah sosok yang terkapar dalam belukar...dia pikir orang itu pasti orang jahat...semula dia pikir tidak akan menolongnya, biarkan saja orang itu mati atas kejahatannya, katanya...namun segera terdengar suara dari orang itu katanya,

'ya.. bapa samaan...jangan engkau tinggalkan aku disini sendiri bapa...aku mengetahui engkau...engkau adalah seorang pendeta tersohor dari desa ini kan...aku yakin engkau tak akan membiarkanku mati sendiri disini, aku yakin engkau akan menolongku'

Kemudian sang Pendeta berpikir mengenalinya...karena orang itu tau dan memanggilnya bapa samaan...akhirnya bapa menghampirinya...tapi...[Bapa Zaman kaget...].


Ada seraut wajah yang sangat mengerikan dan dari raut mukanya menunjukkan segala keganjilan...dan bapapun kaget dan bertanya.."siapa kau!!!" tanya Bapa Samaan...

'
Aku adalah'......."Setan".......baru saja aku berperang dengan malaikat di langit...dan tebasan pedangnya melukaiku hingga aku jatuh di hutan ini bapa..., kemudian bapa menjawab dengan berseru.... Jawab Setan.

...Wahai Tuhanku...segala pujian kuserukan padamu..karena melalui malaikatmu, engkau telah berhasil mengalahkan setan....kemudian katanya kpd setan..; ha..ha..ha biarlah engkau mati disini dasar setan...engkau adalah musuh manusia sepanjang jaman...dan kini saatnyalah kemuliaan Tuhan tiba..." Kata sang Pendeta dengan perasaan Lega.


Dan disaat sang Pendeta mau pergi, setan berkata," ...ya bapa..teganya engkau membiarkanku mati begitu saja disini, tidak ingatkah selama ini jasa-jasaku padamu..??engkau dipercaya banyak orang karna ceramah2mu, khotbah2mu...bukankah itu karena adanya aku jua..?? engkau sembuhkan orang-orang sakit, kerasukan, dan segala yang jahat karena namaku...bukankah itu juga yang membuatmu terkenal, dihormati banyak orang dan tersohor selama ini...??? pernahkan engkau berpikir bagaimana jika aku mati...??? engkau tidak akan berguna didunia ini...dan namamu lambat laun akan sirna ditelan jaman....maka...tolonglah aku bapa...


si Pendeta tertegun sejenak mendengarkan penjelasan si setan...dia berpikir...berpikir...dan berpikir....akhirnya...dia menolong si setan...membalut lukanya...menyelimutinya...dan dalam perjalanan pulang dia menggendongnya sambil berdoa memohon kesembuhan kepada tuhan supaya setan tidak jadi mati.....


[Setan -"Secrets of The Heart " Kahlil Gibran]

Minggu, 03 Juli 2011

WARNA dan ETOS KERJA

Akar kata Warna berasal dari Bahasa Sanskerta vrn yang berarti "memilih (sebuah kelompok)". status seseorang tidak didapat semenjak dia lahir melainkan didapat setelah ia menekuni suatu profesi atau ahli dalam suatu bidang tertentu.

Caaturvarnyam mayaa srstam
Gunakarma vibhaagasaah
Tasya kartaaram api maam
Viddhy akartaaram avyayam.
(Bhagavad Gita IV.13).

Artinya: Catur Warna aku ciptakan berdasarkan guna dan karma. Meskipun Aku sebagai penciptanya, ketahuilah Aku mengatasi gerak dan perubahan.

itulah seharusnya seseorang menyadari karateristik dirinya dan bekerja sesuai dengan karakterisik dirinya dan bekerja tanpa mengharapkan akan hasil, karakter ini bukan diwariskan berdasarkan akan kelahiran/keturunan.

Gita menekankan bahwa pembebasan akan diperoleh dengan bhakti atau perbuatan penuh cinta kasih tanpa mengharapkan hasil. Ini merupakan pencapaian tertinggi [moksha] secara sederhaan bisa dipahami sebagai Lepasnya AKU/EGO dimana aku/ego itu musnah maka akan digambarkan kembalinya Atman ke Paramatman dan terlepas dari rantai Reinkarnasi. BHAKTI adalah ritual tertinggi atau tindakan cinta kasih tanpa mengharapkan hasil adalah tindakan yang utama dibandingkan seorang yang cerdik pandai. Namun tidak tertutup kemungkinan jalan moksha pun bisa didapat dengan jalan intelek. :)

Lebih lanjut dijelaskan orang yang tidak melakukan persembahan/bhakti itu adalah pencuri. Orang tidak cukup hanya tidak melakukan perbuatan jahat [berbuat baik] namun juga harus disertai dengan Bhakti, karena kita pun hidup dengan mengambil udara, makanan, buah dari pohon. Shri Krishna mencontohkan, semua makluk melakukan Bhakti, sebagaimana pohon menghasilkan buah untuk dimakan oleh makluk lain, sebagimana Matahari menyinari Bumi, makluk lain bisa melakukan bakti dimana pohon berbuah tanpa mengharapkan imbalan. sementara manusia yang melakukan sesuatu dengan mengharap imbalan/tidak melakukan bhakti tidak lebih dari pencuri, dia hanya mengambil dan mengambil tanpa memberi kontribusi apapun.

Dari Bhagavad gita secara sederhana dapat diambil pelajaran bahwa orang baik itu bukan orang yang sekedar tidak berbuat jahat, namun orang baik adalah orang yang tidak berbuat jahat juga sekaligus berkarya penuh cintakasih tanpa terikat dengan mengharapkan hasil. :)


[Arif Setiawan Arif]


free counters