Pada suatu hari datanglah kepada Maharsi
Drona seorang laki-laki yang berkulit hitam. Dia datang mendekati sang guru
saat tak ada seorang pun disekitarnya. Dia berlutut dikaki Brahmana besar itu.
Katanya, “ Guru, aku datang kepadamu untuk belajar ilmu memanah kepadamu.
Terimalah aku menjadi muridmu!”
Drona menyukai tingkah laku anak
muda tersebut. Dan bertanya dengan sangat ramah pula, Siapakah engkau anak muda
? ”
Anak itu menjawab,” aku adalah Ekalawya,
putra Hiranyadanus, Raja golongan Nisadha.”
Drona tidak mengambil anak muda
itu menjadi muridnya dan berkata dengan lembut, “ Anakku sayang aku tak dapat
mengambilmu sebagai muridku.”
Karena kecewa pemuda nisadha itu
kembali ke tengah hutan dari mana ia datang. Dia tidak menanggung perasaan
buruk kepada drona. Justru ia merasa tertantang untuk lebih bersemangat dalam
belajar seni memanah. Setibanya ditengah hutan dia membuat patung Maharsi Drona
dengan tangannya sendiri dengan menggunakan tanah liat. Dia menyebut patung itu
sebagai simbol dari gurunya dan mulailah ia belajar sendiri. Mulai dari
memainkan busur panah hingga bagaimana kehidupan seorang ksatria hebat seperti
arjuna selain itu ia juga belajar bagaimana kehidupan ditengah hutan
mengajarinya dengan keras untuk bertahan hidup dan menhadapi binatang buas.
Dengan kesungguhannya, ia mampu belajar dengan cepat. Semua pikiran-pikiran
sadar dan tidak sadarnya ditarik kearah satu keinginan ini dan semua yang
dilakukan adalah gema dari suara keinginan ini. Kecintaan Ekalawya kepada
pelajaran memanah dan persenjataan serta bhakti yang tulus kepada sang Gurulah
yang mengantarkan ekalawya menguasai ilmu panah dengan cepat. Dalam hati
eklawya berkata, “ Guru tak mengambilku sebagai murid bukan karena tak mau
tetapi karena tak bisa”. Segeralah ia
menguasai seni ilmu memanah itu.
Pada suatu hari pangeran-pangeran
kerajaan Kuru dan Pandawa pergi berburu ke tengah hutan dengan membawa seekor
anjing buruan. Ternyata mereka berburu ke hutan tempat eklawya menetap dan
belajar. Ekalawya mengenakan pakaian dari kulit harimau dan juga mampu belajar
layaknya seekor harimau.
Tanpa sengaja, sambil
mengendus-endus anjing pemburu bangsawan kuru itu sampai kepondokan ekalawya
ditengah hutan, karena Baunya yang asing dan gaya Ekalawya seperti layaknya
seekor harimau anjing pemburu itupun menggonggong tak henti-hentinya. Hal ini
membuat ekalawya habis batas kesabarannya. Dengan segera Ekalawya memanah mulut
anjing itu dengan banyak anak panah tanpa melukai anjing itu. Anjing bangsawan
kuru itu tak lagi bisa menggonggong. Seketika anjing itu kembali ke tuannya dan
hal itu membuat para Kstria itu heran dan kagum. “ Yang dapat melakukan ini
tentulah pemanah hebat, sehebat arjuna “ kata salah seorang diantara mereka.
Para kesatria kuru itu segera menemui ekalawya dan bertanya .
“ Aku Ekalawya, putra
Hiranyadanus raja suku bangsa Nisadha. Aku belajar memanah dari guruku Maharsi
Dorna” sambil Ekalwya menceritakan
semuanya, Arjuna tampak tidak begitu senang mengingat dengan adanya ekalawya,
ini berarti Arjuna bukanlah satu-satunya pemanah hebat. Sehingga dengan
buru-buru Arjuna menghadap guru Drona dan protes atas kenyataan ini.
Guru Drona akhirnya menyadari dan
mengambil tindakan . segera ia menemui Ekalawya setelah itu, sebagai Guru Drona
meminta Ekalawya mempersembahkan Ibu jarinya kepada sang Guru. Dengan penuh
Bhakti dan Hormat kepada Sang Guru, Ekalawya mempersembahkan Potongan Ibu
jarinya kepada sang guru. Sehingga hilanglah kemampuan memanah Ekalawya.
Sumber : Adi Parwa