Kita sering terjebak dalam kebiasaan menyalahkan waktu dimana kita hidup atas semua kesulitan, kesalahan atau ketidakmampuan kita. Kita sering mengatakan : “Ini Kaliyuga, jadi apa lagi yang dapat kita harapkan?” Kaliyuga telah menjadi personifikasi dari semua yang buruk dan tidak kita inginkan. Kita merasa dikutuk dan kita iri kepada mereka yang beruntung yang lahir pada jaman Sat, Treta atau Dwapara yuga. Kita menyalahkan karma atas ketidak-beruntungan kita dan menyerahkan diri kita kepada nasib. Sikap ini membawa kepada rasa minder yang pada gilirannya dapat mengakibatkan kerusakan yang hebat.
Kaliyuga, seperti tiga yuga yang lainnya, diciptakan oleh Tuhan. Dan semua ciptaan Tuhan mendapat waranugrahnya bagaimanapun berbedanya mereka satu sama lain. Tulsidas, dalam bukunya Ramcharitamanas, mendiskusikan masalah ini dengan Kak-bhushundi, gagak abadi dari banyak kelahiran, membandingkan yuga-yuga atau jaman-jaman yang berbeda ini. Dia menyebutkan Kaliyuga “ranjang panas dari dosa” (the hot-bed of sin) dimana, ia mengatakan: “Agama dilumpuhkan. Para pemalsu menciptakan dan membentuk sejumlah keyakinan yang menyimpang atau agama palsu. Setiap orang kecanduan seks, keserakahan dan nafsu. Guru dan murid-muridanya seperti orang buta dan orang tuli: yang pertama tidak dapat melihat, yang kedua tidak dapat mendengar. Orang tua mengajari anak-anak mereka kewajiban untuk memenuhi perutnya saja.
Setiap orang mengikuti aturan tingkah laku yang dikhayalkannya sendiri. Ada kekacauan dan ketiadaan hukum secara universal. Orang yang paling jahat asalkan ia kaya, dianggap mulia. Manusia melakukan dosa dan memetik penderitaan, teror, penyakit, kesedihan dan rasa kehilangan. Kemunafikan, kejahatan, ajaran yang menyimpang (heresy), kesombongan, kemabukan, nafsu seks, kepongahan dan sejenisnya merasuki seluruh alam semesta.... “Manusia melakukan sembahyang, tapa dan dana punia, melaksanakan upacara korban dan mengambil sumpah suci dengan rencana yang tidak suci.
Hujan tidak turun dan biji-bijian yang ditanam dalam tanah tidak tumbuh. Manusia terkena penyakit yang tidak ada obatnya. Mereka ditipu dan bertengkar satu sama lain tanpa sebab. Sekalipun hidup mereka singkat, dalam kesombongannya mereka menganggap akan hidup sampai akhir jaman” Dia menyimpulkan dengan mengatakan Kaliyuga “sebuah gudang kekotoran dan kejahatan”. Namun sedikit yang menyadari segi keuntungan dan kemudahan dari Kaliyuga. Menurut Kakbhushundi, Kaliyuga memiliki banyak kebajikan juga, dan yang paling penting adalah bahwa dalam Kaliyuga, “terbebas dari lingkaran kelahiran dan kematian adalah mudah”. Gagak bijaksana ini mengatakan : “Tujuan yang dalam tiga yuga pertama dicapai dengan pemujaan yang tekun, pengorbanan dan tapa, dalam Kaliyuga dicapai hanya dengan mengucapkan secara berulang-ulang (japa) nama Tuhan ...”
Dalam Satyuga, setiap orang dikuasai oleh kekutan mistik dan kebijaksanaan; pada jaman itu manusia melintasi samudera kelahiran dan kematian dengan bermeditasi atas Tuhan. Dalam Tretayuga, manusia melaksanakan berbagai macam yadnya dan melewati lingkaran kelahiran kematian dengan mempersembahkan tindakan mereka kepada Tuhan. Dalam Dwapara-yuga, manusia tidak mempunyai cara lain untuk mencapai tujuan akhir lain selain dari pada pemujaan ritual. “Tapi dalam Kaliyuga semua yang perlu kita lakukan adalah mengucapkan kisah penyempurnaan Tuhan [Wisnu]. Kekuatan dari Nama itu termanifestasi dalam Kaliyuga,” kata gagak bijak itu.
Dia berkata: “tindakan/pikiran baik atau punya yang dilakukan dalam pikiran diberikan hadiah tapi pikiran jelek atau papa yang dilakukan dalam pikiran tidak dihukum.. Jadi tidak ada yuga yang lain yang dapat dibandingkan dengan Kaliyuga, asalkan manusia mempunyai keyakinan akan kebajikan dari Kaliyuga itu.”
Ironis, bukan, bahwa ketika satu jaman tampak cocok atau kondusif bagi kebaikan moral dan spiritual, seperti dalam Satyuga, upaya keras harus dilakukan untuk mencapai pembebasan. Sebaliknya, dalam Kaliyuga dimana kondisi tidak kondusif untuk evolusi spiritual, justru cara yang lebih mudah yang berhasil. Ucapkanlah secara berulang-ulang Nama Suci Tuhan, lekatkan Dia dalam pikiranmu, dan layari samudera keberadaan ( bhav-sagar, the ocean of existence) hampir tanpa upaya. Upaya yang diminta bagi pembebasan spiritual secara proporsional berbanding terbalik dengan intensitas moral dari jaman itu. Jadi bukankah kita beruntung lahir pada jaman Kaliyuga
(Oleh : KS. RAM. [Media Hindu, Edisi VIII] Terjemahan Sang Ayu Putu Sarojini)